E.Warganegara
dan Negara
Pendahuluan
Pada waktu
sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh untuk
melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit
hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan
semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan
lainnya.. Akibatnya seperti kata Thomas Hobbes (1642) manusia seperti
serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hukum rimba yaitu
adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan
dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan
perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada
suatu Negara.
Negara,
Warga Negara, dan Hukum
Negara
merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu
Negara mempunyai dua tugas yaitu :
- Mengatur dan mengendalikan
gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama
lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
- Mengorganisasi dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.
Pengendalian
ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta
lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku
dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan
untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam
masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup
agar diikuti anggota masyarakat.
Hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang
mengurus tata tertib alam hukum masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat.
Ciri-ciri dan sifat hukum
Ciri hukum adalah :
-
Adanya perintah atau larangan
-
Perintah atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap masyarakat
Sumber-sumber hukum
Sumber hukum
ialah sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
memaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum formal antara lain :
- Undang-undang (statue)
- Kebiasaan (costun )
- Keputusan hakim (Yurisprudensi)
- Traktaat ( treaty)
- Pendapat sarjana hukum
Pembagian hukum
- Menurut “sumbernya” hukum
dibagi dalam :
-
Hukum undang-undang
-
Hukum kebiasaan
-
Hukum Traktaat
-
Hukum Yurisprudensi, hukum yaitu yang terbentuk karena keputusan hakim
- Menurut bentuknya “hukum “
dibagi dalam
-
Hukum tertulis, yang terbagi atas
- Hukum tertulis yang
dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah dibukukan jenis-jenisnya
dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
- Hukum Tertulis tak
dikodifikasikan
-
Hukum tak tertulis
- Menurut “tempat berlakunya”
hukum dibagi dalam :
-
Hukum nasional
-
Hukum Internasional
-
Hukum Asing
-
Hukum Gereja
- Menurut “waktu berlakunya
“hukum dibagi dalam :
-
Lus constitum (hukum positif)
-
Lus constituendem
-
Hukum Asasi (hukum alam )
- Menurut “cara
mempertahankannya” hukum dibagi dalam :
-
Hukum material
-
Hukum Formal (hukum proses atau hukum acara )
- Menurut “sifatnya” hukum dibagi
dalam :
-
Hukum yang memaksa
-
Hukum Yang mengatur (pelengkap)
- Menurut “wujudnya” hukum dibagi
dalam :
-
Hukum obyektif
-
Hukum subyektif
- Menurut “isinya” hukum dibagi
dalam :
-
Hukum privat (hukum sipil )
-
Hukum public (hukum Negara )
Negara
Negara
merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan
mansia dalam masyarakat, Negara mempunyai 2 tugas utama yaitu :
- Mengatur dan menertibkan
gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu dengan
lainnya
- Mengatur dan menyatukan
kegiatan-kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan besama
yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan Negara.
Sifat Negara
- Sifat memaksa, artinya Negara
mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar
tercapai ketertiban dalam masyarakat
- Sifat monopoli, artinya Negara
mempunyai hak kuasa tunggal dan menetapkan tujuan bersama dari masyarakat
- Sifat mencakup semua, artinya
semua peraturan perundangan mengenai semua orang tanpa terkecuali.
Bentuk Negara
- Negara kesatuan (unitarisem)
adalah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dimana kekuasaan untuk
mengurus seluruh pemerintahan dalam Negara itu ada pada pusat
-
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. Didalam sistem ini, segala sesuatu
dalam Negara langsung diatur dan diurus pemerintah pusat.
-
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Didalam Negara ini daerah diberi
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
- Negara serikat ( federasi) adalah Negara yang terjadi dari penggabungan
beberapa Negara yang semua berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka, berdaulat,
kedalam suatu ikatan kerjasa yang efektif untuk melaksanakan urusan secara
bersama
Bentuk kenegaraan yang kita kenal :
- Negara dominion
- Negara uni
- Negara protectoral
Unsur-unsur
Negara :
- Harus ada wilayahnya
- Harus ada rakyatnya
- Harus ada pemerintahnya
- Harus ada tujuannya
- Harus ada kedaulatan
Tujuan
Negara
- Perluasan kekuasaan semata
- Perluasan kekuasaan untuk
mencapai tujuan lain
- Penyelenggaraan ketertiban umum
- Penyelenggaraan kesejahteraan
Umum
Sifat-sifat
kedaulatan :
- Permanen
- Absolut
- Tidak terbagi-bagi
- Tidak terbatas
Sumber
kedaulatan :
- Teori kedaulatan Tuhan
- Teori kedaulatan Negara
- Teori kedaulatan Rakyat
- Teori kedaulatan hukum
Orang-orang
yang berada dalam wilayah satu Negara dapat dibedakan menjadi :
- Penduduk; ialah mereka yang telah
memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara yang
bersangkutan,Penduduk ini dibedakan menjadi
dua yaitu
-
Penduduk warganegara atau warga Negara
-
Penduduk bukan warganegara atau orang asing
Bukan
penduduk; ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara
waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah tersebut
Untuk
menentukan siapa-siapa yang menjadi warganegara, digunakan dua kriteria :
- Kriterium kelahiran.
Berdasarkan kriterium ini masih dibedakan menjadi dua yaitu :
-
Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut juga Ius Sanguinis.
-
Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau ius soli.
- Naturalisasi atau
pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang
dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan Negara lain.
F.Pelapisan Sosial Dan Kesamaan
Derajat
Pendahuluan
masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup
lama, sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dimana mereka merupakan
sistem hidup bersama.
Setiap
individu sebagai anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Hak
dan kewajiban akan terlihat dalam kedudukan (status) dan peranan (role) yang
dijalankan individu tersebut. Kedudukan dan peranan merupakan unsur pembentuk
terjadinya pelapisan didalam masyarakat. Yang dimaksud dengan kedudukan adalah
tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang-orang lainnya didalam kelompok tersebut, atau tempat sebuah kelompok
sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya didalam kelompok yang lebih besar
lagi. Misalnya status sebagai anak didalam keluarga; status guru di sekolah
ataupun status Indonesia di organisasi PBB.
Kedudukan hak
dan kewajiban seseorang sesuai dengan kedudukannya disebut peranan. Peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kegiatan-kegiatan apa
yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Dengan demikian peranan mempunyai
fungsi penting, karena mengatur kelakuan seseorang dan pada batas-batas
tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain. Seseorang yang mempunyai
kedudukan akan berperan sesuai dengan kedudukan tersebut; sesuai dengan nilai
yang diberikan masyarakat kepada guru, sehingga guru haruslah orang yang
tingkah lakunya dapat digugu dan ditiru.
Terjadinya
pelapisan sosial
- Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini
berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang
yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan
yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah
dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk
pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan
kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku.
2. Terjadi dengan disengaja
Sistem
palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama.
Didalam pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas
dalam hal wewenang dan kekuasaan ini, maka didalam organisasi itu terdapat
peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya
kekuasaan dan wewenang yang dimiliki. sistem ini dapat kita lihat misalnya
didalam organisasi pemerintahan, organisasi politik, di perusahaan besar.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem
ialah :
-
Sistem fungsional
-
Sistem scalar
Pembagian sistem Pelapisan Menurut
Sifatnya
Menurut
sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
- Sistem pelapisan masyarakat
yang tertutup
Didalam
sistem ini perpindahan anggota masyarakt kepelapisan yagn lain baik ke atas
maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa.
2. Sistem pelapisan masyarakat yang
terbuka
Didalam
sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke
pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya.
Kesamaan
Derajat
Cita-cita
kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama
mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya
kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya universal Declaration of Human Right,
yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya
sejak lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi
serta universal.
Elite dan
Massa
Dalam
masyarakat tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan,
sebaliknya dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam
pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat
menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah
sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya
golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Di dalam
suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi
kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai
kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya,
pedagang kaya, pensiunanan lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader)
inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang
akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua
kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : pertama menitik
beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat moral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite
internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta
solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat
tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah
meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problem yang
memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Istilah massa
dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang
elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang
secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh
orang-orang yang berperan serta dalam perilaku misal seperti mereka yang
terbangkitkan minatnya oleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di
berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai
dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam
arti luas. Ciri-ciri massa adalah :
- Keanggotaannya berasal dari
semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari
berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat
kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda.
- Massa merupakan kelompok yang anonym, atau lebih tepat, tersusun dari
individu-individu yang anonym
- Sedikit interaksi atau bertukar
pengalaman antar anggota-anggotanya
Studi Kasus
E.warga
negara dan negara
Kasus Gayus Tambunan (hukum)
Terkuaknya kasus Gayus Tambunan dan tertangkapnya hakim Ibrahim menambah deret panjang kasus-kasus penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.Pada kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak dengan Golongan III A ditemukan memiliki kekayaan di rekeningnya sebesar Rp 25 miliar, rumah mewah di Kelapa Gading bernilai sekitar Rp 1 miliar serta mobil mewah Mercedez Bens dan Ford Everest.Dengan kekayaan sebesar itu, Gayus Tambunan mengalahkan kekayaan Presiden SBY yang melaporkan kekayaannya sebesar Rp 7 miliar di KPU saat pilpres 2009 lalu.
Sebelum menjadi miliarder, Gayus sendiri berasal dari
keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta
dan tinggal di sebuah gang padat penduduk di daerah Warakas, Jakarta Utara.
Di lingkungannya, Gayus dikenal cerdas sehingga bisa
menyelesaikan kuliahnya di STAN pada usia 20 tahun dan ditempatkan pada Ditjen
Pajak di Jakarta. Dalam rentang 10 tahun bekerja di Ditjen Pajak, kehidupan
Gayus menjelma bak hidup di negeri impian.
Sebelum terkuak kekayaan di media massa, Gayus Tambunan
pernah berurusan dengan Pengadilan Negeri Tangerang dengan dakwaan melakukan
tindak pidana pencucian uang dan penipuan.
Dakwaan ini berdasarkan aliran dana mencurigakan yang
ditemukan oleh Bareskim Mabes Polri ke rekeningnya di Bank Central Asia (BCA)
Bintaro, Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 170 juta pada 21 September 2007 dan
Rp 200 juta pada 15 Agustus 2008.
Namun dakwaan tersebut tidak berhasil menjeratnya ke penjara
karena Pengadilan Negeri Tangerang memberikan putusan vonis bebas baginya pada
tanggal 12 Maret 2010.
Pascaputusan Pengadilan Tangerang, Susno Duadji membeberkan
kepada wartawan pada saat peluncuran bukunya bahwa pada saat dirinya menjabat
Kabareskim terdapat satu kasus dugaan korupsi dengan ditemukannya aliran dana
mencurigakan sebesar Rp 25 miliar ke rekening pribadi seorang pegawai pajak.
Kasus tersebut kemudian berkembang menjadi kasus korupsi
pajak untuk dana Rp 24,6 miliar, sedang sisanya dimasukkan sebagai kasus
pencucian uang sebesar Rp 400 juta dan telah ditangani Bareski sejak Maret
2009.
Namun setelah Susno Duadji diberhentikan sebagai Kabareskim,
bersamaan dengan itu pula kasus korupsi pajak Gayus menguap dan diklaim sebagai
titipan dari seorang pengusaha bernama Ade Kosasih. Namun Susno mencurigai dana
tersebut sudah dicairkan dan dibagi-bagi diantara polisi yang melibatkan tiga
orang jenderal polisi.
Mencuatnya kasus Gayus Tambunan merembes pula pada program
reformasi birokrasi yang diterapkan pada Departemen Keuangan yang telah menelan
biaya yang sangat besar. Pada tahun 2008 saja tercatat anggaran yang tersedot
untuk anggaran reformasi birokrasi untuk Depkeu mencapai Rp 1 triliun.
Program strategis tersebut bertujuan menegakkan disiplin
pegawai dalam lingkup Depkeu dengan meningkatkan renumerasi yang berbeda dengan
pegawai negeri pada umumnya. Gayus yang berstatus pegawai negeri golongan III A
diberi gaji Rp 12,5 juta per bulan.
Namun bukannya Gayus semakin disiplin dengan renumerasi
diatas rata-rata pegawai negeri, namun justru menyalahgunakan kewenangan yang
dimilikinya untuk memperkaya diri. Inilah ironi program reformasi birokrasi ala
Sri Mulyani Indrawati.
OPINI : Penegakkan hukum di Indonesia ini hanya
berlaku bagi rakyat kecil . seharusnya hukum tidak memihak untuk rakyat besar
dan hukum harus di tindak se adil-adilnya . Penanganan kasus Gayus ini makin
membuktikan lemahnya hukum di negara kita ini.Secara tdk langsung kira
bersyukur dgn terbongkarnya kasus Gayus ini yg memperkuat bukti carut marutnya
hukum di Indonesia.
F.pelapisan sosial dan kesamaan derajat
Perilaku Politik Jawara Banten dalam Proses Politik di Banten
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan pada peran jawara di Banten sebagai elemen sosial yang nampak mempnnyai pengaruh kuat di Banten dan seringkali mengambil sikap yang mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah daerah maupun pusat. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai Banten dan Jawara, seperti Kartodirdjo (1984), Hamid (1987), dan Tihami (1992) memperlihatkan bahwa jawara memang sudah lama menjadi elemen sosial yang berpengaruh karena tidak sedikit diantara mereka yang menjadi pemimpin masyarakat untuk bidang ekonomi, bidang politik (birokrasi) atau bidang agama. Sebagai pemimpin masyarakat atau elit sosial, jawara juga mendapat dukungan anak buah jawara yang hampir tersebar di seluruh wilayah Banten.
Keberadaannya sebagai elit sosial yang berpengaruh dan cenderung mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, memperlihatkan bahwa jawara adalah orang-orang yang ikut. serta berpartisipasi politik. Dalam hal ini, akan diteliti bagaimana perilaku politik jawara dalam proses politik yang terjadi di Banten. Kemudian dipilihlah sebuah organisasi jawara yang bemama Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI) yang sekretariat pusatnya terdapat di Serang. Dipilihnya organisasi tersebut mengingat para jawara yang akan . dijadikan informan sesuai dengan konsep yang telah dibuat, tidak menetap pada suatu desa tertentu tetapi menyebar di beberapa desa atau kecamatan. Selain itu, Serang merupakan Ibukota Propinsi Banten dimana suhu politik cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa daerah lain.
Pada kasus jawara, perilaku politik mereka difokuskan pada budaya politik (pengetahuan, keyakinan dan sistem nilai yang mereka anut) dan kepemimpinan jawara. Untuk meneliti budaya politiknya, digunakan teori yang dibuat oleh Almond dan Verba. Untuk meneliti tentang kepemimpinannya, digunakan penjelasan kekuasaan oleh Weber, Parsons, Lassweli dan Mills.
Dari hasil kajian beradasarkan data yang diperoleh, pola perilaku politik jawara termasuk kepada pola perilaku pragmatis. Perilaku inilah yang mendorong para jawara untuk cenderung mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah.
Perilaku ini berkaitan dengan pengetahuan dan keyakinan mereka bahwa pemimpin (termasuk pemimpin pemerintahan eksekutif dan legislatif) itu harus dihormati. Mereka yakin pemimpin tersebut sah secara hukum karena terpilih melalui pemilihan umum. Cafa ini dipercaya oleh mereka sebagai bentuk demokrasi.
Namun, alih-alih berjuang untuk negara dengan doktrin "bela diri bela bangsa bela negara", perilaku politik mereka tidak lepas dari kepentingan ekonomi. Ini terlihat dari makna bela diri yang difahami sebagai "jihad untuk mengejar kepentingan materi". Dengan demikian nilai (value) yang mereka kejar sebenamya adalah kepentingan ekonomi.
Untuk kepentingan ekonomi itu, mereka berusaha mempertahankan legitimasi kepemimpinan mereka yang diperoleh dari budaya lokal. Karena sumber legitimasi kepemimpinannya berasal dari budaya lokal, maka tipe kepemimpinan mereka bisa digolongkan kepada tipe otoritas tradisional.
rengejaran nilai eknomi dan adanya otoritas tradisionalnya itu menjadi semakin kuat karena mereka mampu menguasai lembaga-lembaga strategis di bidang ekonomi dan politik, seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah, Kadin Daerah dan lain sebagainya (ekonomi) dan wakil gubernur, walikota, lurah (politik), serta beberapa organisasi kepentingan lainnya. Dengan penguasaan tersebut perilaku politik jawara akhirnya mendapat legitimasi struktural.
Sementara itu, mereka pun kuat secara internal karena mcndapatkan dukungan dari anak bualmya yang mudah dimobiiisasi. Pola hubungan mereka yang bersifat patrimonial menjadikan anak buah terikat dengan pemimpin jawara.
Jawara pun berusaha menjalin hubungan baik dengan e!it-elit lain, seperti birokrat, partai dan militer. Hubungan ini bersifat simhiosis yang sangat menekankan keuntungan bagi masing-masing pihak. Mereka menyebut elit-elit tersebut sebagai "mitra".
Dengan budaya politik, otoritas tradisional, penguasaan pada lembaga-lembaga strategis, legitimasi struktural, patrimonialisme pemimpin, dan hubungan simbiosis dengan elit lain, kekuasaan jawara adalah sangat kuat untuk konteks politik lokal. Dengan kekuasaannya itu, mereka berusaha mengontrol terhadap lembaga-lembaga yang dikuasainya, terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bersebrangan dengannya dan terhadap kelompok-kelompok kritis.
Kekuasaan yang dipegang oleh segelintir jawara dengan jaminan kekuatan fisik (magi dan persilatan) dan kemampuan ekonomi, mereka sebenamya menerapkan sisteni pemerintahan oligarki. Sistcm ini semakin lumbuh subur karena selain mendapat dukungan dari mitra-mitranya juga karena pola interaksi yang mereka kembangkan adalah model patrimonial dimana ketua jawara diakui sebagai patronnya.? Dengan? model ini,? upaya? control? (pengawasan)? terhadap? lembaga-
lembaga bersebrangan dan kelompok-kelompok kritis menjadi sangat efektif karena para jawara, dengan partisipasi bentuk kaula-partisipan, mudah untuk memobilisasi massa yang raereka miliki.
Dengan sistem pemerintahan yang menganut sistem oligarki dan kondisi Banten yang demikian, maka perkembangan demokrasi dan civil society di Banten menjadi persoalan yang sangat serius. Pada tingkat lertentu, proses yang berlangsung malah terjadinya decivilasi yang membuat masyarakat Banten tidak berdaya, tidak mandiri, lak tercerahkan, dan dikuasai oleh kelakutan menyuarakan hak individunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar